Wednesday, October 26, 2011

Vonis Eriksson...

Sven-Goran Eriksson pernah sangat dihormati ketika berhasil membawa Lazio menjuarai beberapa kejuaraan Eropa dan Liga Serie A Italia. Itu sudah masa lalu. Sejak gagal menukangi tim nasional Inggris, karier Eriksson terus menurun hingga dipecat manajemen Leicester, Senin.

Leicester adalah klub kelas dua di Inggris yang dibeli sejumlah pengusaha kaya Thailand. Mereka menginginkan klub kebanggaan kota Leicester itu masuk liga utama Inggris, Liga Primer. Namun, setelah setahun Eriksson menukangi klub itu, Leicester gagal naik kelas, malah terpuruk di posisi ke-13 Liga Championship. Terakhir, Leicester kalah dari Millwall, 0-3, Sabtu (22/10).

”Klub sepak bola kota Leicester mengonfirmasikan hari ini, atas dasar kesepakatan bersama, Sven-Goran Eriksson diberhentikan sebagai pelatih utama tim dengan segera,” demikian diumumkan klub Leicester dalam situs resminya.

Kontrak Eriksson itu awalnya untuk masa dua tahun, tetapi para pemilik klub tampaknya tidak percaya lagi pada kemampuan Eriksson sebagai pelatih utama klub. Bukan hanya Eriksson, manajemen Leicester juga memecat pelatih tim yang bermarkas di Stadion King Power itu, Derek Fazackerley.

Pemilik klub Leicester, Asia Football Investment yang berkantor pusat di Thailand, tak puas dengan hasil yang diperoleh. Padahal, mereka sudah mengeluarkan 10 juta euro (Rp 122,7 miliar) untuk berbelanja pemain baru selama musim transfer lalu.

”Direktur Akademi Jon Rudkin dan pelatih Mike Stowell akan bersama-sama mengambil peran sebagai pejabat pelatih tim utama dengan bantuan pelatih pengembangan Steve Beaglehole. Hal itu akan dimulai pada latihan Selasa (25/10) pagi, sebelum perjalanan Sabtu ke West Ham United. Proses perekrutan pelatih baru dimulai beberapa hari mendatang,” ujar manajemen klub Leicester.

Meski harus mengakhiri dengan tragis karier manajerialnya di Leicester, kepada The Telegraph, Senin, Eriksson menegaskan tidak akan mundur dari dunia sepak bola. ”Saya sama sekali tak akan berpikir soal pensiun. Suatu hari nanti, mungkin, saya bangun dari tidur dan berpikir, cukup. Namun, saya tidak merasa seperti itu sekarang,” ucapnya.

Eriksson menegaskan, keputusan dia itu bukan karena masalah uang. ”Jika tidak memiliki sepak bola, saya tidak tahu apa yang bisa saya lakukan. Saya bukan pemain golf, dan saya tidak suka berlibur lebih dari dua minggu,” ujar Eriksson.

Terus menurun Eriksson, lahir di Torsby, Swedia, 5 Februari 1948, belum berhasil mengulang kembali prestasinya bersama klub Italia, Lazio. Sejak menangani tim nasional Inggris pada 2000 dengan masa kontrak lima tahun, Eriksson tidak berhasil membawa Inggris menjuarai Piala Eropa, apalagi Piala Dunia. Dia pun terpaksa meninggalkan kursinya sebagai pelatih tim nasional Inggris pada 2006.

Tahun 2007, dia ditunjuk sebagai pelatih Manchester City, tetapi berakhir hanya dalam setahun, juga dengan bentuk pemutusan hubungan lebih awal.

Sejak itu, Eriksson berkelana menukangi tim nasional Meksiko dan melatih tim nasional Pantai Gading, tetapi keduanya terbilang gagal hingga akhirnya Eriksson turun kelas sangat jauh untuk mendapat pekerjaan, dengan mendarat di Leicester. Karier kepelatihan Eriksson yang terus menurun pada masa tuanya kontras dengan kariernya semasa muda.

Sebagai pemain, Eriksson tidak cukup dikenal karena hanya bermain di klub-klub papan bawah di negerinya. Kiprah tertinggi dia sebagai pemain adalah bermain di divisi dua dengan klub Karlskoga (1972-1973).

Dia pensiun sebagai pemain pada tahun 1975 di klub Vastra Frolunda kemudian ditawari Tord Grip sebagai asisten pelatih di Degerfors.

Pada 1977, Grip ditunjuk sebagai asisten pelatih tim nasional Swedia. Eriksson pun kemudian menjadi pelatih Degerfors. Pada masa kepemimpinannya itu, Degerfors berhasil naik kelas dan masuk ke divisi dua Swedia pada 1978.

Sukses Eriksson menarik perhatian manajemen klub Goteborg. Eriksson pun kemudian bergabung dengan Goteborg pada 1979. Pada musim pertamanya, dia berhasil memenangi Kejuaraan Nasional Swedia. Prestasi dia semakin meningkat dengan keberhasilan Goteborg meraih treble, sebagai juara liga, juara nasional, dan juara Piala UEFA dengan mengalahkan Hamburg, 4-0, pada final tahun 1982.

Prestasi kepelatihan Eriksson mencapai puncak di klub Lazio. Dia bergabung di klub itu sejak 1997 dan mengajak Tord Grip sebagai asistennya. Bersama klub ini, dia memenangi Coppa Italia dan Italia Supercup pada 1998 dan 2000, Cup Winner Cup Eropa 1999, serta juara Serie A Liga Italia 2000. Keberhasilan itu menjadikan dia sebagai pelatih tersukses Lazio sepanjang sejarah klub itu.

Eriksson adalah warga non-Inggris pertama yang memimpin tim nasional Inggris. Dia mulai menggarap tim Inggris pada 2001 kemudian menghancurkan rival utama Inggris, Jerman, dengan skor telak 5-1 pada sebuah laga uji coba, 1 September 2001. Sayangnya pada Piala Dunia 2002, Inggris tersisih pada perempat final setelah kalah 1-2 dari Brasil yang bermain dengan 10 pemain. Salah satu gol Brasil tercipta melalui tendangan Ronaldinho, yang memperdayai kiper David Seaman (kerap disebut gol memalukan Seaman).

Pada Piala Eropa 2004, Inggris di bawah Eriksson lolos ke putaran final dan tergabung di Grup B bersama Perancis, Kroasia, dan Swiss. Meski kalah 1-2 dari Perancis, Inggris lalu menang atas Swiss, 3-0, dan Kroasia, 4-2, sehingga lolos ke babak perempat final. Menghadapi Portugal, meski sempat unggul 1-0 dan membuahkan asa ke semifinal, skor seri 2-2 bertahan hingga waktu normal usai. Malang bagi Inggris, tim ”Three Lions” kalah 5-6 lewat adu penalti.

Babak kualifikasi Piala Dunia 2006 menjadi awal ”kejatuhan” Eriksson. Untuk pertama kali sepanjang sejarah Inggris sejak 1972, Inggris kalah dari Irlandia, 0-1. Kekalahan itu memicu reaksi keras dari banyak pihak, yang kemudian menyorot ketidakmampuan Eriksson dalam menyusun taktik serta tak memiliki karisma di depan para pemainnya.

Pada Juli 2006, Eriksson terpaksa meninggalkan posisinya sebagai pelatih tim nasional Inggris setelah Inggris kembali dikalahkan Portugal dalam adu penalti pada babak perempat final.

Meski Eriksson gagal membawa Inggris jadi juara, peringkat tim Inggris menurut FIFA naik dari posisi ke-17 ke posisi ke-4 selama Piala Dunia 2006. Maka, dia dianggap sebagai pelatih tim Inggris tersukses kedua setelah satu-satunya pelatih yang sukses membawa Inggris ke tempat terhormat (juara dunia 1966), Alf Ramsey. (AP/AFP/Reuters/OKI)

No comments:

Post a Comment